NASIONALISME

0
1555
Foto: Dr. Thomas T. Pureklolon, M.Ph., MM., M.Si.

(Catatan ringan dari kampus )
Oleh: Dr. Thomas T. Pureklolon, M.Ph., MM., M.Si

 

BUKAN hal mudah untuk meyatukan visi dan tujuan dari banyak orang untuk membangun sebuah komunitas. Negara adalah bentuk komunitas besar yang terdiri dari banyak penduduk dari berbagai macam latar belakang. Seperti halnya komunitas atau bentuk organisasi lain, untuk menegakkan negara, dibutuhkan kerjasama dan kesatuan para anggotanya, dalam hal ini penduduk. Tanpa adanya persatuan dalam sebuah negara, akan sangat sulit mempertahankan kedaulatan negara tersebut.

Di masa kini, persatuan tidak lagi hanya berkaitan dengan berdirinya sebuah negara sebagaimana mestinya. Persatuan dalam sebuah negara dapat membawa dampak yang lebih besar dalam upaya pembangunan dan pengembangannya. Rintangan dalam mempertahankan persatuan negara, pun semakin banyak, apalagi dampak globalisasi dan pertambahan penduduk yang pesat membawa keanekaragaman yang baru dalam sebuah negara. Karena itu dibutuhkan satu hal yang dapat mengakomodasi kebutuhan negara akan persatuan.

Salah satu yang paling gencar dibicarakan dan diajukan sebagai “perekat” antar penduduk dalam sebuah negara adalah nasionalisme. Nasionalisme dapat membawa penduduk negara pada satu pemikiran yang sama berdasarkan status kependudukan mereka.

Status kependudukan tumbuh karena pengalaman yang sama dalam negara tersebut, nasionalisme juga berkontribusi dalam menumbuhkan kemauan penduduk untuk berpartisipasi aktif dalam menjalankan dan mengembangkan negaranya.

Melihat pentingnya keberadaan nasionalisme dalam keberlangsungan sebuah negara, saya merasa perlu membuat tulisan ini, untuk mengetahui lebih jauh tentang perkembangan dan cara untuk membangun nasionalisme itu sendiri sebagai salah satu kepedulian saya dalam menghadapi pesta demokrasi yang berlangsung di DKI Jakarta (Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia ) tanggal, 19 April 2017.

Arti Penting Nasionalisme dalam sebuah Negara.

Sebuah negara harus memiliki beberapa unsur. Salah satunya adalah rakyat. Rakyat memiliki peran penting dalam berjalannya sebuah negara dan turut menentukan akan seperti apa sebuah negara dikembangkan. Hal tersebut dipengaruhi oleh nasionalisme yang dianut.

Nasionalisme berbeda dengan patriotisme. nasionalisme memiliki batasan sebagai rasa memberikan loyalitas tertinggi kepada negara. Sehingga, akan memberikan rasa kepemilikan terhadap negara yang utuh oleh anggota kelompok (dalam hal ini bangsa). Di sinilah letak ingkoruensi nasionalisme. Nasionalisme pada dasarnya tidak memberikan rasa cinta tanah air. Sementara, patriotisme adalah sebuah rasa cinta tanah air. Inilah perbedaan utama antara nasionalisme dan patriotisme. Patriotisme lebih bersifat luas. ( Ramlan S, 1999:15 ).

Dalam kategori pemikiran Ernest Renan, nasionalisme adalah kehendak untuk bersatu dan bernegara. Sedangkan Otto Bauer berpendapat bahwa nasionalisme adalah suatu persatuan perangai atau karakter yang timbul karena perasaan senasib. Dari kedua pendapat tersebut bisa diambil suatu kesimpulan bahwa di dalam nasionalisme terkandung suatu makna kesatuan dan cinta tanah air, mencintai bangsa dan negara dengan mewujudkan persatuan bangsa dari berbagai ragam perbedaan. Terdapat adagium yang mengatakan “Bangsa yang besar adalah bangsa yang dapat menghargai jasa-jasa pahlawannya”. Adagium tersebut menjelaskan arti kata “nasionalisme” yang sebenarnya, apapun tantangan dan hambatannya, bangsa dan negara sendiri menjadi yang paling utama.

Seperti yang diketahui, persatuan dalam sebuah negara merupakan salah satu kekuatan terbesar yang dapat diandalkan. Pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia misalnya, nasionalisme yang mempersatukan bangsa Indonesia, memberikan pengertian “ Persatuan Indonesia “sebagai faktor kunci yaitu sebagai sumber semangat, motivasi dan penggerak perjuangan Indonesia. Hal itu tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut : “ Dan perjuangan pergerakan Indonesia telah sampailah pada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa menghantarkan rakyat Indonesia kedepan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur “.

Kebulatan tekad untuk mewujudkan “ Persatuan Indonesia “ kemudian tercermin dalam ikrar “Sumpah Pemuda“ yang dipelopori oleh pemuda perintis kemerdekaan pada tanggal 28 Oktober 1928 di Jakarta yang berbunyi :

PERTAMA. Kami Putra dan Putri Indonesia Mengaku Bertumpah darah Satu Tanah Air Indonesia.
KEDUA. Kami Putra dan Putri Indonesia Mengaku Berbangsa Satu Bangsa Indonesia.
KETIGA. Kami Putra dan Putri Indonesia Menjunjung Bahasa Persatuan Bahasa Indonesia.
Jika dilihat lebih lanjut, Sumpah Pemuda yang berbunyi Satu Nusa, Satu Bangsa, dan Satu Bahasa Indonesia ini, maka ada tiga aspek Persatuan Indonesia yaitu :

  1. Aspek Satu Nusa : yaitu aspek wilayah, nusa berarti pulau, jadi wilayah yang dilambangkan untuk disatukan adalah wilayah pulau-pulau yang tadinya bernama Hindia Belanda yang saat itu dijajah oleh Belanda. Ini untuk pertama kali secara tegas para pejuang kemerdekaan meng-klaim wilyah yang akan dijadikan wilayah Indonesia merdeka.
  2. Aspek Satu Bangsa : yaitu nama baru dari suku-suku bangsa yang berada da wilayah yang tadinya bernama Hindia Belanda yang tadinya dijajh oleh Belanda memplokamirkan satu nama baru sebagai Bangsa Indonesia. Ini adalah awal mula dari rasa nasionalisme sebagai kesatuan bangsa yang berada di wilayah sabang sampai Merauke.
  3. Aspek Satu Bahasa : yaitu agar wilayah dan bangsa baru yang terdiri dari berbagai suku dan bahasa bisa berkomunikasi dengan baik maka digunakan sarana bahasa Indonesia yang ditarik dari bahasa Melayu dengan pembaharuan yang bernuansakan pergerakan kearah IndonesiaangyangMerdeka. Untuk pertama kali para pejuang kemerdekaan memproklamirkan bahasa yang akan digunakan negara Indonesia merdeka yaitu bahasa Indonesia.

Dari contoh di atas, dapat dilihat betapa pentingnya peranan nasionalisme bagi persatuan dan pembangunan bangsa Indonesia lebih lagi.
Lebih dari itu Indonesia berbeda dengan negara Asia lainnya yang menekankan nasionalisme sebagai rasa memiliki akan sebuah negara, negara-negara Eropa, di awal penyebaran nasionalisme, justru cenderung memahami nasionalisme sebagai usaha membesarkan negara dan bangsanya.

Dalam perkembangannya nasionalisme Eropa berpindah haluan menjadi persaingan fanatisme nasional antar bangsa-bangsa Eropa yang melahirkan penjajahan terhadap negeri-negeri yang saat itu belum memiliki identitas kebangsaan (nasionalisme) di benua Asia, Afrika, dan Amerika Latin.

Fakta ini merujuk pada dua hal:

(1) ledakan ekonomi Eropa pada masa itu yang berakibat pada melimpahnya hasil produksi dan

(2) pandangan pemikir Italia, Nicolo Machiaveli, yang menganjurkan penguasa untuk melakukan apapun demi menjaga eksistensi kekuasaannya.

Machiaveli menulis (Kohn dalam Badri Yatim, 2001): “Bila ini merupakan masalah yang mutlak mengenai kesejahteraan bangsa kita, maka janganlah kita menghiraukan keadilan atau ketidakadilan, kerahiman dan ketidakrahiman, pujian atau penghinaan, akan tetapi dengan menyisihkan semuanya menggunakan siasat apa saja yang menyelamatkan dan memelihara hidup negara kita itu”.

Dari dua hal bertentangan tersebut, dapat dilihat bahwa nasionalisme pun memiliki potensi untuk berbelok menjadi hal negatif bagi keberlangsungan sebuah negara. Nasionalisme yang tidak diimbangi dengan nilai moral dan kemanusiaan dapat berdampak buruk bagi negara itu sendiri maupun bangsa lain, bahkan dunia. Tentunya, bukan nasionalisme semacam ini yang diharapkan lahir dari sebuah negara. Karenanya, penting pula menanamkan nilai moral dan kemanusiaan dalam setiap jiwa nasionalisme yang hendak dibangun.

Sebagaimana yang diungkapkan Kymlicka dalam bukunya yang berjudul Multicultural Citizenship, di dalam sesuatu negara tentu akan terbentuk banyak kelompok, termasuk kelompok yang ‘minoritas bangsa’ atau ‘kelompok etnis’. Kelompok etnis ini muncul dengan konsep nasionalisme minoritas yang sebenarnya memiliki tujuan yang sama dengan konsep nasionalisme negara yang dibawa oleh pemerintah, yaitu membuat negara dan bangsa. Namun, kedua gerakan ini memiliki latar belakang dan cara yang berbeda dalam rangka mewujudkan tujuan tersebut, sehingga rawan melahirkan konflik.

Sebagai negara multikultural, meresitir pendapat Kymlicka, nasionalisme etnis memegang peranan cukup besar di Indonesia. Rakyat Indonesia yang berasal dari berbagai latar belakng suku dan budaya memiliki keterikatan yang tak kalah kuat dengan etnis masing-masing. Kondisi ini tentu harus diseimbangkan dengan nasionalisme sebagai warga negara, agar tercipta kestabilan politik dalam negara.

Sebagai konsekuensinya, Indonesia harus menjalankan sebuah model pemerintahan demokratis dengan lembaga perwakilan sebagai penghubung atara pemerintah dan masyarakat dari tiap daerah. Hal ini juga selaras dengan sila keempat Pancasila yang berbunyi “Musyawarah yang dipipin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Artinya bahwa setiap warga negara, dari etnis mana pun memiliki bobot suara yang sama dalam berjalannya pemerintahan di Indonesia, termasuk DKI Jakarta yang adalah ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Saat rancangan ini berjalan sebagaimana mestinya, akan tercipta kehidupan kebangsaan yang stabil secara politik. Pemerintah dianggap berhasil mengakomodir semua suara penduduk secara imbang dan pada akhirnya mampu memenuhi kebutuhan mereka, demi terciptanya sebuah sisten yang telah disepakati sebagai regulasi bersama yang harus diikuti. Tak ada pecundang yang muncul di tengah jalan untuk menghalangi jalannya sebuah sitem yang telah ditetapkan oleh negara; Dan juga tak ada preman yang berhasil mendistorsi regulasi ( baca: hukum ) untuk menyetop lajunya Pemilu DKI Jakarta dalam sistem. Negara piawai dan boleh dibilang “hebat dan mampu menegarahi” entah apa pun hitungan politik di dalam percaturan politik itu sendiri, sistem bisa membuat segalanya menjadi absen dalam segala upaya untuk menunujukkan sosoknya.

Negara dan Nasionalisme
Bahwa negara merupakan suatu organisasi kemasyarakatan yang bertujuan (dengan kekuasaannya) mengatur serta menyelenggarakan suatu sistem kemasyarakatan sedangkan nasionalisme adalah sifat loyalitas tertinggi kepada negara yang terus menimbulkan rasa kepemilikan terhadap negara yang utuh oleh suatu bangsa. Nasionalisme tersebut dapat berhubungan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban dari seorang individu. Pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut tentunya tidak dapat dipaksakan karena setiap individu mempunyai pilihannya masing-masing dan tentu sangat khas dalam proses penentuan pilihan. Semangat nasionalisme itu sendiri tidak dapat dipaksakan karena semangat nasionalisme harusnya lahir dari dalam diri setiap individu.

Nasionalisme dapat bersifat positif atau pun negatif. Nasionalisme yang bersifat positif adalah nasionalisme yang memberikan efek positif bagi perkembangan suatu negara, sedangkan nasionalisme yang negatif adalah nasionalisme yang menimbulkan efek fanatisme dan merugikan negara itu sendiri dan negara lain. Oleh karena itu sangatlah penting membangun nasionalisme yang berdasarkan pada nilai moral dan kemanusiaan. Nasionalisme itu sendiri dapat dibangun dengan berbagai cara, yaitu menanamkan nilai-nilai kebangsaan yang tepat sejak dini pada generasi muda, memperkenalkan asal usul bangsa dan negara melalui sejarah, menjaga kepercayaan yang telah diberikan rakyat kepada pemerintah, dan menjalankan pemerintahan yang adil, dalam rangka mengakomodir kepentingan seluruh pihak dan golongan dalam negara.

Nasionalisme yang sebenarnya adalah nasionalisme yang dihidupi, dijiwai, dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, bukan hanya secara konseptual. Menghidupi nasionalisme, salah satu contohnya adalah dengan membantu pemerintah dalam pengembangan seluruh aspek kehidupan dan bukan hanya mengeluhkan kinerja pemerintah, salah satu contoh yang paling sederhana adalah turut serta dalam Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia yang merupakan simbol sebagai negara berideologi dan demokrasi Pancasila.

Negara yang terdiri dari wilayah, rakyat dan pemerintahan yang berdaulat, memiliki ideologi yang sama, yang merupakan persamaan pandangan dalam menjalankan aktivitas kenegaraannya. Dari sudut pandang atau kesamaan ideologi inilah yang merupakan nilai dasar yang harus ada dalam penanaman rasa nasionalisme. Nasionalisme dalam suatu negara mutlak harus ada untuk mencapai tujuan negara itu sendiri.

Tidak ada negara yang dapat berhasil mencapai tujuan negaranya, tanpa adanya rasa nasionalisme dari warga negaranya. Begitu…

======

Dr. Thomas T. Pureklolon, M.Ph., MM., M.Si

Dosen Pemikiran Politik, pada Program Pascasarjana UI dan Komunikasi Politik di Pascasarjana Univesitas Pelita Harapan.

Komentar ANDA?