NTTsatu.com– KUPANG — Johan Christian Putra Djhau (13), siswa sekolah dasar (SD) di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) tiba-tiba menghilang dari rumahnya di RT 02 RW 01, Jalan Taruna 2A, Kelurahan Tode Kiser, Kota Kupang, 26 Maret 2020 lalu.
Kehilangan Johan secara misterius itu saat ia disuruh orangtuanya berbelanja di kios dekat rumahnya. Namun, hingga pukul 23.00 wita, Johan tak kunjung kembali ke rumah. Orangtuanya mulai cemas dan mencoba mencarinya. Mereka mendatangi kios tempat ia berbelanja. Dari keterangan pemilik kios, Johan telah kembali usai belanja.
Dalam kebingungan, mereka terus mencari Johan. Dari tetangga hingga keluarga, tak ada yang mengetahui keberadaan Johan. Karena belum juga kembali, 27 Maret 2020 malam, orangtua Johan melaporkan kasus kehilangan anak ke Polres Kupang Kota.
“Usai mandi sore, dia meminta uang untuk jajan. Saya berikan uang Rp50 ribu untuk belanja telur, gula dan teh, sisanya dia jajan. Setelah itu anak saya menghilang,” ujar ayah Johan, Bripka Bobby Djhau kepada wartawan, Sabtu (23/5/2020).
Usai membuat laporan, anggota Subbid Provost Bid Propam Polda NTT ini terus berupaya melakukan pencarian.
Tiba-tiba pada, 28 Maret 2020, ia mendapat kabar dari polisi jika anaknya sudah ditampung di kantor Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak NTT (P2TP2A).
Dalam kebingungan, Bobby Djhau mengajak ibu dan istrinya untuk bertemu Johan, namun pihak P2TP2A enggan mempertemukan mereka dengan Johan tanpa alasan yang jelas.
“Anak saya hilang tetapi, tiba-tiba ada di P2TP2A,” ujarnya.
Barulah pada 31 Maret 2020, Johan diijinkan bertemu orangtuanya dan dipulangkan pada 1 April 2020.
“Itupun dengan berbagai prosedur dan sejumlah surat yang kami harus tanda tangani,” katanya.
Pasca kembali ke rumah, Bobby bersama isteri tidak ingin menganggu mental anaknya sehingga mendiamkan kasus ini. Dengan pertimbangan, korban masih trauma dan sedang menghadapi ujian akhir sekolah.
Pengakuan Mengejutkan
Pada tanggal 8 April 2020, korban membuat pengakuan mengejutkan. Ia mengaku ke orangtuanya jika ia diculik dan disekap oleh enam pria dan satu perempuan yang juga tetangga mereka.
Ia mengaku, saat dalam perjalanan kembali ke rumah usai belanja, tiba-tiba dia seret beberapa pemuda dengan ancaman. Ia lalu disekap di sekitar kantor lurah Tode Kiser. Sepanjang malam, ia dikurung dalam sebuah kamar dan tak diberi makan.
Keesokan harinya, 27 Maret 2020, korban dijemput dengan mobil dan dipindahkan ke Kelurahan Oesapa. Di sana, ia kembali disekap dan dikurung di sebuah rumah.
Sekitar pukul 11.00 wita, Johan kembali diangkut lima pelaku dan mengantarnya ke kantor P2TP2A NTT. Di kantor P2TP2A, para pelaku mengaku jika Johan sering dianiaya orangtuanya sehingga harus mendapat perlindungan dari lembaga tersebut.
“Saya dan isteri tidak pernah menganiaya anak saya, tetapi tiba-tiba anak saya diantar ke P2TP2A dengan cara diculik,” ungkap Bobby.
Pengakuan jujur Johan itu didiamkan orangtua demi menjaga mental anaknya. Baru pada Selasa (19/5/2020) petang setelah selesai ujian sekolah, mereka melaporkan kasus penculikan dan penyanderaan ini ke Polda NTT dengan laporan polisi nomor LP/B/209/V/RES.1.24/2020/SPKT tanggal 19 Mei 2020.
“Kami melaporkan Dido Cs. Ada pula pelaku bernama Johan alias Jojo dan Megi sebagai pelaku penculikan. Nanti polisi yang akan menyelidiki lebih lanjut,” tutupnya. (dian/bp)